Beberapa waktu lalu aku baru aja menjalani proses tambal gigi berlubang. Sebuah kondisi yang sebetulnya sudah berlangsung lama. Menunda-nunda karna memang ga ada keluhan apa-apa selain perasaan ga nyaman saat ada makanan yang nyelip plus perawatan gigi terlebih tanpa keluhan kayanya bukan sesuatu yang urgen banget ya. Tapi kemudian merasa lubang gigi makin melebar dan khawatir kalo nanti sakit & harus dicabut. Akhirnya, aku memberanikan diri buat cek ke fasilitas kesehatan.
Singkat cerita, ternyata gigi yang berlubang & perlu ditambal harus dibersihkan terlebih dulu untuk mengetahui kedalaman lubang. Proses pembersihan dengan mesin bor gigi juga ternyata lumayan menyakitkan ya. (Masih kebayang) Rasa nyerinya yang tipis, tajam & ngilu.
Dokter bilang, kalau masih terasa nyeri itu justru bagus. Artinya, gigi masih dalam kondisi baik. Kalo ga sakit sama sekali, berarti saraf gigi sudah mati.
*sigh.. Yap. Kalo dikaitkan, barangkali gigi yang berlubang itu sama kaya penyakit atau luka dalam diri. Sesuatu yang kita tau ada, kita rasakan, namun seringkali kita sangkal atau mungkin abai akan keberadaannya. Jika terus begitu, luka bisa menimbulkan nyeri sewaktu-waktu. Kalo pada gigi berlubang, ya harus dicabut misalnya.
Tapi.. saat kita memilih untuk memeriksakan & merawat kondisi yang ada, meski terasa menyakitkan, kita tau bahwa proses itu baik, dan menyembuhkan.
Kita memang seringkali memilih berlindung dibelakang tameng 'tampak'. Tampak tenang, tampak terkendali, ataupun tampak baik-baik saja. Proses melihat & mengenali diri kembali terutama sisi tergelap dari diri adalah hal yang aku atau mungkin beberapa orang seringkali hindari. Karna itu berarti kita akan berhadapan dengan ketakutan, kerentanan, dan ketidakberdayaan diri kita sendiri.
Ada sebuah buku berjudul The Gift Of Imperfection karya Brene Brown. Satu diantara buku yang mampu membuatku berurai air mata. Perasaan & air mata yang lain dari biasa. Pernah saat membacanya, aku merasa tengah dikuliti, kadang seperti diajak menyelami diri, yang kemudian membuatku seolah ingin memeluk diri sendiri. Reflektif. Buku ini seolah mengajak kita untuk bisa lebih mengenali, memahami & mencintai diri.
Yang menyenangkan, buku The Gift of Imperfection ini jadi salah satu buku yang kayanya akan dibaca berulang kali. Menemukan buku seperti ini, buatku seperti dipertemukan dengan teman baru. Yang akan mengingatkan, menemani & mengisi waktu luang kita seperti waktu tunggu ataupun waktu diperjalanan. Buku, memang merupakan teman terbaik bukan?
"Hanya ketika kita cukup berani menjelajahi kegelapanlah kita akan menemukan kekuatan yang tak terbatas dari terang kita. Sebab, kegelapan tidaklah menghancurkan terang, ia justru merumuskannya. Ketakutan kita pada kegelapanlah yang mendesak kebahagiaan kita ke bawah bayang-bayang."
Dan, hidup yang sepenuh hati seperti yang dituliskan dalam bukunya merupakan sebuah proses seumur hidup. Highly recommended!


0 Komentar