Lagi.
Ku pandangi langit malam.
Ku dapati bulan dan bintang tengah bermesraan begitu dekat.
Indah, damai, dan lembut.
Sebuah pemandangan malam yang mengajak ku untuk mengingat lebih dalam.
Kau tahu?
Ternyata ada hal yang lebih memilukan dan menyakitkan daripada ditinggalkan oleh seseorang. Yaitu kehilangan diri sendiri.
Langit malam itu adalah hal pertama yang ajarkan aku tentang cinta setulusnya. Tidak pada satu, melainkan segalanya.
Namun kenapa pula harus ku pinta mereka rasakan yang sama, bila akhirnya kau pun lupakan, dan mulai ku lupakan..
Hari ini adalah sesuatu yang tidak pernah ku bayangkan, namun apakah kemarin adalah masa yang juga kan berlalu seperti yang seringkali kau katakan?
"Ada banyak kisah dan kenangan diantara kita.."
Tidak!.
Aku tahu itu adalah masa lalu.
Tapi bukan untuk dilupakan.
Mengapa kalimat itu terasa sakit terdengar?
Benarkah itu hanya kenangan?
Lalu sampai mana jalinan itu?
Bukankah kau yang selalu bilang untuk hubung dan jalin talinya?
Aku.
Aku seolah kehilangan separuh jiwa. Seorang pecundang yang ternyata lari juga setelah mengajak banyak orang jatuh di cinta yang satu.
Saat melangkah dan ku dapati hanyalah langit gelap.
Saat itu pulalah aku mengerti bahwa kini akulah yang jadi senimannya.
Akulah sang pelukis langit.
Engkau yang ku sebut lelaki purba, kau tanyakan dimana ia?
Ia masih ada.
Meski sekilas, sering tak berbekas.
Ia meraba, disudut, liku, dan kisah hidupnya.
Mencari ruang, untuk sesekali menorehkan tinta pada kanvasnya
Duhai engkau yang ku sebut lelaki purba, maukah kau duduk semalam saja?
Kita nikmati malam, temani aku melukis hal hal yang ku lalui tanpamu..

0 Komentar